Sabtu, 03 November 2007

HARMONI ANTARA LERENG MERAPI HINGGA PESISIR KIDUL

Judul di atas mungkin dianggap fantastis. Itulah gambaran puitis tentang Ayodya, alias Yogyakarta. Yogyakarta adalah kota yang paling romantis yang selalu diingat dan dikunjungi orang-orang di dunia. Harapannya Yogyakarta bisa mendunia bagaikan Alexandria dan Kyoto. Berbagai julukan disematkan kepada Yogyakarta, entah itu yang sesungguhnya atau hanya pemerah-merah bibir saja/kamoflase, Yogyakarta adalah bekas ibukota RI, kota perjuangan, kota gudeg, kota perak, kota budaya, kota pendidikan, kota pariwisata, dan sebagainya. Yogyakarta berawal dari impian seorang Sutawijaya, kemudian dilanjutkan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bernama Sri Sultan Hamengkubuwono I. Kesultanan Yogyakarta didirikan pada tahun 1755 sebagai akibat Perjanjian Gianti 1755 antara Sunan Pakubuwono yang dibacking oleh Belanda vs Sri Sultan Hamengkubuwono I. Kraton dibangun oleh Sultan HB I. Beliaulah arsitek dari tata kota Yogyakarta, kraton, tugu.

Jika kita bisa merasakan dan menyaksikan Yogyakarta, maka kita akan melihat suatu harmoni. Dari tata kota yang diatur sedemikian rupa dari Puncak Gunung Merapi, melewati Monumen Jogja Kembali di tepi Jl Palagan Tentara Pelajar yang bertemu dengan Jl AM Sangaji, Tugu Yogyakarta, Jl Malioboro, Kraton, hingga Parangkusumo.

Indahnya alunan gamelan, kolaborasi bonang, gong, siter, dan sebagainya. Lemah gemulainya penari-penari cantik dan gagah. Lengkingan suara sinden dan dramatisasi wayang. Kalau dilihat asal muasal hasil seni dan budaya tersebut tentu akan melihat talenta tolerant dari nenek moyang, karena memang mereka memadukan berbagai intisari seni di semesta dunia.

Sementara di luar kraton, kita bisa mendengar dan menyaksikan suara-suara kaki kuda dan roda-roda andong berputar di lintas Malioboro dan anakan jalan lainnya. Orang-orang mengayuh pedal becak dan sepeda. Mereka mengayuh becak dan sepeda di setiap gang kota maupun desa.

Tidak ada komentar: